Rabu, 05 Oktober 2011

Faktor Hukum Host Countries

Sejarah Pembaruan Hukum Keluarga Turki
Eksistensi hukum keluarga di dunia sebagai hukum positif mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Tahir Mahmood membagi tiga kategori negara berdasarkan hukum keluarga yang dianut :13
1. Negara yang menerapkan hukum keluarga tradisional
Jumlah negara yang masuk kategori ini adalah Saudi Arabia. Yaman, Kuwait, Afganistan, Mali, Mauritania, Nigeria, Sinegal, Somalia, dan lain-lain.
2. Negara yang menerapkan hukum keluarga sekuler
Termasuk dalam kategori ini adalah Turki, Albania, Tanzania, minoritas muslim Philiphina dan Uni Sovyet (almarhum).
3. Negara yang menerapkan hukum keluarga yang diperbarui
Kategori ketiga ini adalah negara yang melakukan pembaruan substantif dan atau pembaruan peraturan. dilakukan di Turki, diikuti Lebanon dan Mesir. Negara Brunei, Malaysia dan Indonesia juga masuk kategori ini.
Turki mempunyai peran penting dalam sejarah hukum Islam, terutama di asia barat. Hukum perdata Turki pada awalnya didasarkan pada mazhab Hanafi, namun kemudian juga menampung mazhab-mazhab lain, seperti dalam Majallah al-ahkam al adhiya14 yang telah dipersiapkan sejak tahun 1876, namun di dalamnya tidak terdapat aturan tentang hukum keluarga.
Aturan hukum yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian mulai dirintis tahun 1915. Materi perubahan pada tahun tersebut adalah kewenangan (hak) untuk menuntut cerai yang menurut mazhab Hanafi hanya menjadi otoritas suami.15 Seorang isteri yang ditinggal pergi oleh suaminya selama bertahun-tahun atau suaminya mengidap penyakit jiwa ataupun cacat badan tidak dapat dijadikan dasar bagi isteri untuk meminta cerai dari suaminya.
Pada tahun yang sama dikeluarkan dua ketetapan umum. Pertama, dalam rangka menolong para isteri yang ditinggalkan suaminya secara resmi didasarkan pada mazhab Hambali (juga ajaran mazhab Maliki sebagai alasan pendukung). Kedua, dalam rangka memenuhi tuntutan perceraian dari pihak isteri dengan alasan suaminyaPembaruan hukum keluarga Islam untyuk pertama kalinyamengidap penyakit tertentu yang membahayakan kelangsungan rumah tangga.16 Hukum tentang hak-hak keluarga (The Ottoman Law of Family Rights / Qanun al-huquq al Aila) yang dirintis sejak tahun 1915 kemudian diundangkan pada tahun 1917 adalah hukum keluarga yang diundangkan pertama kali di dunia Islam. Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Turki Usmani mengatur tentang hukum perorangan dan hukum keluarga (tidak termasuk waris, wasiat dan hibah). Undang-undang ini bersumber pada berbagai mazhab sunni
Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 dalam bagian tertentu berlaku bagi golongan minoritas Yahudi dan Nasrani, karena undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menyatukan yurisdiksi hukum pada pengadilan-pengadilan nasional.17 Undang-undang yang terdiri dari 156 pasal ini hanya berlaku singkat selama dua tahun, namun munculnya undang-undang ini memberikan inspirasi bagi negara lain untuk mengadopsinya dengan beberapa modifikasi.
Beberapa tahun setelah pencabutan Hukum tantang hak-hak keluarga tahun 1917 situasi politik di Turki memberikan sedikit ruang untuk melakukan pembaruan hukum. Pasca konferensi Perdamaian Laussane tahun 1923, pemerintah Turki membentuk komisi hukum untuk mempersiapkan hukum perdata baru. Komisi tersebut berusaha menempatkan Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917, Majallah al-ahkam al adhiya tahun 1876 dan hukum tradisional yang tidak tertulis ke dalam hukum baru yang menyeluruh. Namun perbedaan pendapat yang tajam di kalangan modernis dan tradisional – seperti pengambilan materi dari mazhab yang berbeda dalam hukum Islam, yang bersumber dari hukum adat atau hukum luar – menjadikan komite hukum kacau dan dibubarkan.
Guna mengisi kekosongan hukum pasca kegagalan komisi hukum tersebut Pemerintah Turki mengadopsi hukum perdata Swiss tahun 1912 (The civil code of Switzerland, 1912) dengan beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi Turki dan diundangkan dalam hukum perdata Turki tahun 1926 (The Turkish civil code of 1926). Dalam beberapa hal ketentuan dalam hukum perdata Turki tahun 1926 sangat menyimpang dari hukum Islam tradisonal, seperti ketentuan waris dan wasiat yang mengacu pada hukum perdata Swiss tahun 1912.18 Materi yang menonjol dalam hukum perdata Turki tahun 1926 adalah ketentuan-ketentuan tentang pertunangan (terutama masalah taklik talak), batas usia minimal untuk kawin, larangan menikah, poligami, pencatatan perkawinan, pembatalan perkawinan, perceraian, dan lain-lain. Menurut hukum perdata Turki tahun 1926, seorang suami atau isteri yang hendak bercerai diperbolehkan melakukan pisah ranjang. Jika setelah pisah ranjang dijalani pada waktu tertentu tidak ada perbaikan kondisi rumah tangga, maka masing-masing pihak mempunyai hak untuk mengajukan cerai di pengadilan.
Ketentuan tentang perceraian diatur pada Pasal 129 – 138 Hukum Perdata Turki tahun 1926. Suami atau isteri yang terikat dalam sebuah ikatan perkawinan dapat mengajukan perceraian kepada pengadilan dengan alasan-alasan yang telah ditentukan sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina.
2. Salah satu pihak melakukan percobaan pembunuhan atau penganiayaan berat terhadap pihak lainnya.
3. Salah satu pihak melakukan kejahatan atau perbuatan tidak terpuji yang mengakibatkan penderitaan yang berat dalam kehidupan rumah tangga.
4. Salah satu pihak meninggalkan tempat kediaman bersama (rumah) tiga bulan atau lebih dengan sengaja dan tanpa alasan yang jelas yang mengakibatkan kerugian di pihak lain.
5. Salah satu pihak menderita penyakit jiwa sekurang-kurangnya 3 tahun atau lebih yang mengganggu kehidupan rumah tangga dan dibuktikan dengan surat keterangan ahli medis (dokter).
6. Terjadi ketegangan antara suami isteri secara serius yang mengakibatkan penderitaan.
Seiring dengan perkembangan zaman Hukum Perdata Turki tahun 1926 mengalami dua kali proses amandemen. Amandemen tahap pertama terjadi pada kurun waktu 1933 – 1956. hasil amandemen ini antara lain berkaitan dengan ganti kerugian, dispensasi kawin, pasangan suami isteri diberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan ketika pisah ranjang, juga penghapusan segala bentuk perceraian di luar pengadilan, serta tersedianya perceraian di pengadilan yang didasarkan pada kehendak masing-masing pihak (Pasal 125-132). Di samping itu pembayaran ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan akibat perceraian dapat dilaksanakan jika didukung dengan fakta dan keadaan kuat.
Proses amandemen kedua terhadap Hukum Perdata Turki tahun 1926 berlangsung pada tahun 1988-1992. Amandemen tahun 1988 memberlakukan perceraian atas kesepakatan bersama (divorce by mutual consents), nafkah istri dan penetapan sementara selama proses perceraian berlangsung. Amandemen tahun 1990 berkaitan dengan pertunangan, pasca perceraian dan adopsi. Proses amandemen yang dilakukan oleh legislative tersebut berakhir tahun 1992.19 Materi amandemen tahun 1990 yang berkaitan dengan perceraian, antara lain :
1. Salah satu pihak dapat mengajukan cerai atas dasar perwujudan dari ketidakcocokan tabiat yang berakibat pada rumah tangga yang tidak bahagia.
2. Pihak yang tidak bersalah dan menderita berhak mengajukan cerai dan meminta ganti rugi yang layak dari pihak lain.
3. Pihak yang tidak bersalah dan menjadi miskin berhak mengajukan cerai dan meminta nafkah dari pihak lain selama setahun.
 
Konstitusi Turki yang berlaku sejak tahun 1961, mengatur agama baik dalam teksnya maupun dalam rujukannya kepada serangkaian hukum organis menyangkut sekularisasi yang merupakan bagian dari hukum negara sejak tahun 1920-an. Konstitusi secara tegas tidak memperkenankan hukum organis yang meyangkut sekularisasi ini  dijadikan sasaran tinjauan hukum dengan merintangi amandemen dan modifikasinya, karena hukum ini mengabadikan kepada prinsip sekularisasi. Hukum-hukum tersebut adalah :
  1. Hukum tentang penyatuan pendidikan yang dikeluarkan pada tahun 1924.
  2. Hukum tentang pemakaian topi yang dikeluarkan pada tahun 1925.
  3. Hukum tentang penghapusan tekye dan zawiyat (asrama dan tempat ibadah sufi)
  4. Ketentuan dalam hukum sipil yang berhubungan dengan perkawinan sipil
  5. Hukum tentang penggunaan angka internasional
  6. Hukum tentang abjad Latin yang dikeluarkan pada tahun 1928.
  7. Hukum tentang penghapusan gelar efendi, bey, pasya, dan sebagainya
  8. Hukum yang melarang pemakaian pakaian-pakaian tertentu yang dikeluarkan pada tahun 1927.
Tidak semua undang-undang organis mengenai sekularisasi disebutkan dalam konstitusi tahun 1961, seperti penghapusan kekhalifahan yang telah dilakukan pada tahun 1924. Dan di antaranya yang telah dicabut adalah undang-undang penggunaan bahasa Turki dalam azan (1931) dan larangan berziarah ke makam-makam suci. Dengan demikian azan kembali bisa dikumandangkan dalam bahasa Arab di bumi Turki. Namun demikian sekularisasi yang berlaku secara langsung tidak mampu ditantang oleh para kelompok Islam. Hal inilah yang menyebabkan ketegangan antara sekularisasi dan kesepakatan back to Islam menjadi masalah yang berkepanjangan.
Meskipun Turki merupakan negara sekuler, namun pertumbuhan keagamaannya sangat mencolok bagi sebagaian besar warga Turki. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penduduk yang menjadi anggota sekte-sekte keagamaan, seperti sekte Nur yang didirikan oleh Said Nursi sampai beranggotakan sekitar 300.000 orang. Dan dalam bidang sarana keagamaan, sekarang Turki memiliki tidak kurang dari 62.000 masjid dan pembangunan masjid mencapai 1.500 buah per tahun. Selain itu telah dibangun lebih dari 2.000 unit sekolah Alquran.
Adapun isu keislaman di Turki harus dipahami kaitannya dengan perubahan sosial dan persaingan politik yang bersifat pluralistik. Di dalam negara Turki kontemporer, tradisi ulama perkotaan sebagian besar telah hancur dan tidak lagi berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Ideologi republik adalah sekuler, sementara kalangan atasan komitmen terhadap idiologi sekuler tersebut. Kelas terdidik perkotaan dari kalangan atasan Turki memandang Islam sebagai simbol keterbelakangan. Sebaliknya, tradisi Sufi-pedalaman tetap bertahan dan loyalitas keislaman masyarakat umum belum pernah tergoyahkan warga Turki senantiasa mengidentifikasikan diri sebagai muslim, bahkan sepanjang periode Kelamalis mereka senantiasa melaksanakan peribadatan di masjid-masjid dan di beberapa makam para wali.
Selanjutnya, tekanan ekonomi dan politik era pasca perang menimbulkan bangkitnya sejumlah gerakan dan partai yang komitmen terhadap re-Islamisasi negara dan masyarakat. Di antara yang paling besar adalah gerakan Said Nursi yang meraih pengaruh besar sebagai gerakan bawah tanah di Turki, sekalipun pemerintah berusaha keras melawan dan menghukum lantaran agitasi keagamaannya yang telah membangkitkan kembali semangat perjuangan Islam.
Melihat perkembangan  tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa Turki sebagai negara sekuler, namun belumlah sekuler betul, kerana Republik Turki Mustafa Kemal masih mengurus soal agama melalui Departemen Urusan Agama, sekolah-sekolah Pemerintah untuk imam dan khatib, dan fakultas Ilahiyat dari perguruan tinggi Negara, Universitas Istambul.
Setelah Mustafa Kemal meninggal pada tahun 1938, usaha pembaharuannya dijalankan terus oleh para pengikutnya. Namaun dua tahun kemudian, timbul gerakan “back to Islam” . dan pada tahun 1949, pendidikan agama dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah, dan pendidikan agama dibuat bersifat wajib. Mulai tahun 1950, orang-orang Turki telah dibolehkan naik haji ke Mekah. Tarekat yang selama ini tetap mempunyai pengikut besar secara rahasi di kalangan petani dan buruh, mulai berani meonjolkan diri. Demikian pula dalam bidang politik, Islam juga telah memulai memainkan peranan.[19] Hal ini membuktikan bahwa sekularisme Mustafa Kemal tidaklah menghingkan agama Islam dari masyarakat Turki, ia hanya bermaksud menghilangkan kekuasaan agama dari bidang pilitik dan pemerintahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar